-->

Tips berproduksi Iklan 3D




Dunia Komputer Graphic 3D, khususnya di industri periklanan TV lokal kita, sudah menjadi formula standar untuk mengakomodasi ide kreatif yang sebelumnya susah dilakukan. Bila kita melihat berdasarkan budget pada umumnya yang biasa dikeluarkan untuk memproduksi suatu iklan TV, yang rata-rata puluhan juta bahkan sampai milyaran rupiah, tidak heran komoditas 3D ini dapat tumbuh subur pada production house, post house, maupun studio animasi itu sendiri.

Tapi seberapa jauhkah 3D ini dapat dimengerti dan dipahami oleh orang-orang yang terlibat di dalamnya, baik itu dari team kreatif, produser ataupun client itu sendiri? Ternyata, sebagian besar dari mereka masih mencoba meraba-raba, sebagian lagi masih menganggap tabu pola produski ini, dan sebagian lagi sudah berhasil menerapkannya sebagai suatu media tayang yang kini didominasi produk anak-anak. Hampir semua orang yang terlibat di dalam dunia produski iklan lokal mencoba untuk bertanya dan menerka, seberapa jauh 3D itu dapat menghasilkan sesuatu wujud buatan yang dapat membantu

pencapaian akhir suatu karya iklan di TV? Dan kesiapan apa saja yang mesti dipertanyakan untuk mewujudkan itu semua?
Ada beberapa Tips yang layak orang awam mengetahuinya agar tidak terjebak nantinya saat berproduksi.

1. Storyboard.
Merupakan langkah awal yang tepat dalam membaca bentuk kompleksitas kerja proyek. Dari sana, akan jelas berapa elemen yang mesti dikerjakan, berapa orang yang akan dilibatkan, teknik apa yang akan dipergunakan nanti. Dari sinilah akhirnya sebuah nilai produksi akan tertakar.

Tips: Jangan pernah menanyakan sesuatu perihal yang bersifat estimasi harga tanpa melalui storyboard.
2. Character design.
Sebagian besar produk yang menggunakan animasi di dalamnya mencoba memasukan suatu ikon karakter, baik itu dari brand-nya sendiri maupun sebagai objek pelengkap. Tapi, jeleknya hampir semua penciptaan karakter tersebut tidak didasari dari pola yang mengacu terhadap standard design pada umumnya. Istilah ini dinamakan model sheet, Anda bisa lihat dari gambar 1.
Dari sini akan lebih mudah bagi para modeler (3D artist) maupun animator (2D artist) untuk meniru serta mengambil proporsi yang mendekati sebenarnya.

Tetapi yang lebih ideal bila mana di dalammnya terdapat juga unsur yang lain, seperti contoh berikut:

Warna. Level ini berguna untuk menjaga tone color yang sudah disepakati bersama khususnya oleh klien (gambar 2).
Ekspresi. Level ini sangat bermanfaat bilamana karakter tersebut akan melakukan gerak yang menciptakan personality-nya yang berekspresi (gambar 3).

3. Style.
Pengertian di sini adalah lebih ke arah mood di dalam tampilan grafisnya. Kita banyak mengenal gaya-gaya dalam dunia grafis, tapi pada dasarnya kita hanya mengenal 3 arah gaya, yaitu : Realistic, Icon dan Abstract. Selain itu, terdapat juga gaya-gaya kombinasi di tengahnya. Saya coba contohkan dari beberapa gambar.

Gambar 4, gaya ini jelas lebih mengacu ke arah ikonis dan lebih didominasi oleh market anak-anak. Terlihat paparan rumput divisualkan hanya mengambil image warnanya saja, yaitu hijau, tanpa melihat kaidah kekasaran dan lainnya, berikut juga dengan bentuk awannya, lebih mengambil pola flat dengan warna putih.

Bila mengacu terhadap gaya ini, eksekusi dalam berproduksi otomatis akan lebih mudah, karena adanya unsur kesederhanaan dalam bentuk, warna dan komposisinya.

Tetapi berbeda bila kita memandang ke dalam gambar 5, (bergaya realistic), terlihat rumput dibentuk seperti sifat rumput aslinya, berikut juga dengan awan, terlihat bervolume seperti awan pada umumnya. Bila kita mencoba mengacu berproduksi kearah gaya ini, otomatis cost yang dikeluarkan akan lebih banyak dibandingkan teknik sebelumnya. ***